Bioskop Bersejarah yang Bertahan dari Zaman Ke Zaman

Ditulis pada 22 November 2010

Pada Sabtu kemarin saya bersama sahabat SMA pergi untuk menonton film Harry Potter and The Deathly Hallows. Kami berencana menonton di salah satu bioskop yang cukup terkenal di kawasan Jakarta Pusat, tepatnya di sudut Jalan Pegangsaan dan Jalan Diponegoro, Menteng, yaitu Bioskop Metropole. Perjalanan kami tempuh dengan KRL dari Depok selama kurang lebih 30 menit. Kami turun di Stasiun Cikini kemudian berjalan kaki sedikit dan akhirnya tiba di bioskop tersebut. Saya yang baru pertama kali ke bioskop ini sedikit terkesima melihat bioskop tersebut. Bioksop berbalut warna putih itu sungguh unik. Bangunannya memiliki corak art deco. Nuansa tempo doeloe cukup kental terlihat dari ornamen-ornamennya.

Sebagai salah satu bangunan bersejarah, bioskop yang berdiri di atas lahan seluas 11.623 meter persegi ini sangat terawat keberadaannya. Tatanan tempat parkiran motor dan mobil juga cukup luas sehingga pengunjung tidak perlu parkir di bahu jalan. Berdasarkan sejarahnya, Bioskop Metropole dibangun pada 1932 dengan nama Bioscoop Metropool, sesuai dengan ejaan bahasa Belanda pada waktu itu. Namun, dalam buku karangan Haris Jauhari, Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), bangunan Metropole disebutkan didirikan pada 11 Agustus 1949. 


Namun, baru selesai pada 1951. Sebagai pemutaran perdana pada saat itu, bioskop tersebut menampilkan film Annie Get Your Gun karya sutradara George Sidney, 1950.
Perancang bangunan itu adalah arsitek berkebangsaan Belanda, Johannes Martinus (Han) Groenewegen. Namun, sumber lain menyebutkan bahwa Metropole dirancang Liauw Goan Seng (sebelum dikoreksi cucunya, Ifke M Laquais, pada 2007. Liauw Goan Seng disebut Lauw Goan Sing). Pada 1958, Liauw hijrah ke Belanda saat terjadi naturalisasi. Saat itu, bioskop berkapasitas 1.446 penonton ini telah menggunakan pendingin ruangan. Pada awal 1950-an, Metropole tergabung dalam organisasi antarbioskop kelas satu. Faktor penting yang membuat bioskop menjadi salah satu bioskop kelas satu adalah karena pihak manajemen menghadirkan film-film populer Amerika Serikat. Mulai War and Peace (King Vidor, 1956) sampai Gone with the Wind (Victor Fleming, 1939).

Pada 1951, PT Bioskop Metropole mengambil peran untuk mengelola gedung dengan sebuah menara mencolok ke langit ini. Pengelolaan dilakukan mulai dari tempat hingga jadwal pemutaran film. Pada 1960, Soekarno memerintahkan penggantian semua nama yang berbau asing. Nama Bioskop Metropole pun berganti nama menjadi Bioskop Megaria.

Dengan berjalannya waktu, pemerintah mulai memikirkan untuk melestarikan berbagai bangunan tempo doeloe agar keberadaannya tetap dijaga untuk kepentingan bersama. Pada 1989, gedung disewakan kepada jaringan 21 (XXI) Cineplex, yang mengubah rancangan dalam gedung itu sehingga menjadi enam bioskop mini berkapasitas tempat duduk sekitar 50 kursi setiap ruangannya. Namanya pun berubah menjadi Megaria 21.

Sejak 1993, bangunan berarsitektur Eropa ini telah masuk bangunan cagar budaya. Hal itu tertulis pada SK Gubernur DKI Jakarta No 475 Tahun 1993. Surat itu berisikan bahwa Bioskop Megaria telah menjadi cagar budaya kelas A yang tidak boleh dibongkar, mengingat usianya yang sudah lebih dari 50 tahun. Pada awal 2007, Bioskop Megaria kembali diganti ke nama semulanya, yaitu Bioskop Metropole. Bersamaan dengan perubahan itu, Bioskop Metropole disewakan kepada pihak Bioskop XXI. Kini bangunan megah itu masih berdiri megah dengan arsitektur yang cukup menarik.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.