Ketika Loyalitas Wartawan Mulai Dipertanyakan
Manusia dan informasi menjadi hal yang tidak dapat terpisahkan. Setiap harinya manusia selalu membutuhkan informasi. Ketika kemajuan teknologi semakin berkembang pesat, kebutuhan akan informasi juga ikut meningkat pesat, karenanya jurnalisme mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan informasi berupa fakta dan realitas yang ada kepada masyarakat.
Namun, jurnalisme pada masa kini kian erat dikaitkan dengan kepentingan ekonomi. Banyak wartawan yang tidak lagi berorientasi kepada kepentingan publik. Mereka kini cenderung berorientasi kepada keuntungan. Demi mencari keuntungan, seringkali wartawan membuat berita yang terlalu dibesar-besarkan agar menarik perhatian pembaca. Tujuan mereka kini bukan semata-mata untuk membeberkan fakta dan realitas kepada masyarakat luas, melainkan membuat berita yang menarik perhatian masyarakat dan lebih banyak mengangkat isu yang sedang menjadi trend. Ketika berita itu laku di pasaran, maka iklan akan banyak berdatangan, keuntungan akan semakin berlipat ganda. Pergeseran loyalitas wartawan ini pun kian membuat kepercayaan publik kepada wartawan menjadi turun.
Mimpi buruk di dunia jurnalisme dimulai ketika media dilihat sebagai ladang usaha yang menguntungkan bagi para pengusaha. Pengusaha yang mempunyai pengaruh besar ini kemudian mulai menaruh modal mereka dalam industri media. Mereka kemudian menjadikan media sebagai konglomerasi bisnis dan menciptakan sebuah target bisnis untuk wartawan. Apabila target bisnis mereka tercapai maka wartawan mendapatkan reward berupa penambahan gaji atau kenaikan pangkat. Akibatnya, terjadi pergeseran loyalitas pada wartawan. Wartawan tidak lagi memihak kepada kepentingan publik, mereka kini berpihak pada kepentingan pengusaha. Mereka berusaha menghormati dan melindungi kepentingan pemilik modal. Berita tanpa keberpihakkan menjadi hal yang sulit di cari pada masa ini. Wartawan tidak lagi bersifat independen, ia tergantung akan kepentingan pemilik modal. Berita yang mereka sajikan mengandung muatan-muatan bisnis didalamnya. Berita dibuat seheboh mungkin agar masyarakat merasa tertarik dan kemudian memancing datangnya iklan.
Tidak hanya berita tanpa keberpihakkan yang sulit dicari, namun berita yang tidak berat sebelah dan jujur pun menjadi sulit ditemukan. Dalam jurnalisme, sikap tidak berat sebelah dan jujur menjadi prinsip yang sangat mendasar dan penting. Publik sangat perlu mengetahui realitas dan fakta dari sebuah peristiwa, dan untuk itulah mereka membutuhkan wartawan. Namun, adanya pergeseran loyalitas wartawan pada saat ini yang lebih mempertimbangkan kepentingan ekonomi membuat ia cenderung menyembunyikan fakta yang berkaitan dengan kepentingan pemilik modal. Para kapitalis dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk menekan wartawan, sehingga wartawan kian terikat dan tidak lagi bisa menampilkan berita yang benar-benar jujur dan tidak berat sebelah.
Hal semacam ini, kian membuat masyarakat menjadi kurang percaya dengan wartawan. Sebenarnya kepada siapakah wartawan berpihak? Kepada publik? Kepada perusahaan yang menggaji mereka? Atau kepada instansi-instansi terkait yang mempunyai kepentingan dengannya? Bukankah wartawan dibesarkan dari publik? Seharusnya wartawan lebih berorientasi kepada kepentingan publik, bukan kepentingan uang semata. Pekerjaan wartawan bukanlah untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari berita yang ia buat, melainkan menyampaikan suatu kebenaran dan fakta kepada khalayak agar mereka bisa hidup secara merdeka dan bebas.
Perasaan kecewa terhadap wartawan ini memuncak. Publik pun kini lebih memilih berita semu seperti infotainment, tv kabel ataupun internet. Hal ini kian membuat turunnya angka pemasangan iklan. Evaluasi pun dilakukan oleh wartawan. Dalam usaha meningkatkan kepercayaan kepada publik wartawan harus menomorsatukan publik. Wartawan juga harus membuat berita yang tidak terlalu membesar-besarkan, karena tujuan mereka bukanlah untung atau rugi, melainkan pelayanan kepada publik.
Dengan melakukan evaluasi ini, maka wartawan pun dapat mengembalikan citranya sebagai orang yang secara profesional memperjuangkan kepentingan publik, bukan kepentingan perusahaan atau kepentingan dirinya sendiri. Wartawan tidak hanya menampilkan kepentingan dirinya atau kepentingan segelintir orang. Namun wartawan yang baik seharusnya menampilkan kepentingan publik dan berpihak pada publik, sebagai lingkungan tempat ia dibesarkan.
25 Maret 2010
Namun, jurnalisme pada masa kini kian erat dikaitkan dengan kepentingan ekonomi. Banyak wartawan yang tidak lagi berorientasi kepada kepentingan publik. Mereka kini cenderung berorientasi kepada keuntungan. Demi mencari keuntungan, seringkali wartawan membuat berita yang terlalu dibesar-besarkan agar menarik perhatian pembaca. Tujuan mereka kini bukan semata-mata untuk membeberkan fakta dan realitas kepada masyarakat luas, melainkan membuat berita yang menarik perhatian masyarakat dan lebih banyak mengangkat isu yang sedang menjadi trend. Ketika berita itu laku di pasaran, maka iklan akan banyak berdatangan, keuntungan akan semakin berlipat ganda. Pergeseran loyalitas wartawan ini pun kian membuat kepercayaan publik kepada wartawan menjadi turun.
Mimpi buruk di dunia jurnalisme dimulai ketika media dilihat sebagai ladang usaha yang menguntungkan bagi para pengusaha. Pengusaha yang mempunyai pengaruh besar ini kemudian mulai menaruh modal mereka dalam industri media. Mereka kemudian menjadikan media sebagai konglomerasi bisnis dan menciptakan sebuah target bisnis untuk wartawan. Apabila target bisnis mereka tercapai maka wartawan mendapatkan reward berupa penambahan gaji atau kenaikan pangkat. Akibatnya, terjadi pergeseran loyalitas pada wartawan. Wartawan tidak lagi memihak kepada kepentingan publik, mereka kini berpihak pada kepentingan pengusaha. Mereka berusaha menghormati dan melindungi kepentingan pemilik modal. Berita tanpa keberpihakkan menjadi hal yang sulit di cari pada masa ini. Wartawan tidak lagi bersifat independen, ia tergantung akan kepentingan pemilik modal. Berita yang mereka sajikan mengandung muatan-muatan bisnis didalamnya. Berita dibuat seheboh mungkin agar masyarakat merasa tertarik dan kemudian memancing datangnya iklan.
Tidak hanya berita tanpa keberpihakkan yang sulit dicari, namun berita yang tidak berat sebelah dan jujur pun menjadi sulit ditemukan. Dalam jurnalisme, sikap tidak berat sebelah dan jujur menjadi prinsip yang sangat mendasar dan penting. Publik sangat perlu mengetahui realitas dan fakta dari sebuah peristiwa, dan untuk itulah mereka membutuhkan wartawan. Namun, adanya pergeseran loyalitas wartawan pada saat ini yang lebih mempertimbangkan kepentingan ekonomi membuat ia cenderung menyembunyikan fakta yang berkaitan dengan kepentingan pemilik modal. Para kapitalis dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk menekan wartawan, sehingga wartawan kian terikat dan tidak lagi bisa menampilkan berita yang benar-benar jujur dan tidak berat sebelah.
Hal semacam ini, kian membuat masyarakat menjadi kurang percaya dengan wartawan. Sebenarnya kepada siapakah wartawan berpihak? Kepada publik? Kepada perusahaan yang menggaji mereka? Atau kepada instansi-instansi terkait yang mempunyai kepentingan dengannya? Bukankah wartawan dibesarkan dari publik? Seharusnya wartawan lebih berorientasi kepada kepentingan publik, bukan kepentingan uang semata. Pekerjaan wartawan bukanlah untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari berita yang ia buat, melainkan menyampaikan suatu kebenaran dan fakta kepada khalayak agar mereka bisa hidup secara merdeka dan bebas.
Perasaan kecewa terhadap wartawan ini memuncak. Publik pun kini lebih memilih berita semu seperti infotainment, tv kabel ataupun internet. Hal ini kian membuat turunnya angka pemasangan iklan. Evaluasi pun dilakukan oleh wartawan. Dalam usaha meningkatkan kepercayaan kepada publik wartawan harus menomorsatukan publik. Wartawan juga harus membuat berita yang tidak terlalu membesar-besarkan, karena tujuan mereka bukanlah untung atau rugi, melainkan pelayanan kepada publik.
Dengan melakukan evaluasi ini, maka wartawan pun dapat mengembalikan citranya sebagai orang yang secara profesional memperjuangkan kepentingan publik, bukan kepentingan perusahaan atau kepentingan dirinya sendiri. Wartawan tidak hanya menampilkan kepentingan dirinya atau kepentingan segelintir orang. Namun wartawan yang baik seharusnya menampilkan kepentingan publik dan berpihak pada publik, sebagai lingkungan tempat ia dibesarkan.
25 Maret 2010
Tidak ada komentar: