Gelap yang Tertutup
Cukup sudah berita mengenai kehebatan China. China sebagai macan Asia, China
sebagai kekuatan ekonomi dunia kedua setelah AS, ataupun China dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Itu semua hanyalah sisi baik yang sering
diangkat media beberapa tahun belakangan ini. Namun, apa yang sebenarnya
terjadi di China tak seindah yang tampak di muka.
Shenzhen, sebuah kota di Selatan China, dipuji-puji sebagai kota
dengan perekonomian terkuat di dunia. Shenzhen pun kian disebut sebagai
kesuksesan dari globalisasi. Gedung pencakar langit yang dibangun, sektor
perekonomian yang berhasil digenjot, dan investor asing yang berlomba menanam
saham.
Namun, tak semuanya yang terekspos media berisi keberhasilan
ekonomi Shenzhen. Ternyata, keberhasilan Shenzhen adalah hasil perjuangan
ribuan buruh murah yang tereksploitasi kehidupannya. Sebuah laporan dari Mike Daisey mengenai kekejaman pabrik Foxconn
membuktikan itu. Dari hasil laporan tersebut, ditemukan fakta bahwa Foxconn
mempekerjakan seorang anak dibawah umur untuk bekerja selama 18 jam seharinya
dengan gaji di bawah rata-rata.
Sebagian besar buruh tersebut bahkan tak tahu bahwa apa yang
mereka kerjakan di Foxconn nantinya akan menjadi sebuah komoditas yang bernama
ipad atau iphone. Sebuah komoditas yang sangat dinanti-nanti kehadirannya oleh
penduduk dunia hingga mereka rela antre demi mendapatkannya.
Inikah yang kita sebut sebagai globalisasi?
Globalisasi memang membingungkan. Bagi kalangan yang optimistis,
globalisasi diyakini sebagai jawaban atas kemiskinan. Dengan terbukanya pasar
global, penduduk dunia semakin mudah memperoleh kebutuhan ekonomi melalui
mekanisme industri global. Sepintas, globalisasi menawarkan kemudahan bagi
siapa saja yang melakukan transaksi ekonomi.
Gelap yang Tertutup
Reviewed by riana
on
Oktober 14, 2012
Rating: 5